Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Tuesday, January 31, 2017

Terima Kasih Pak Polantas Untuk Kebaikkan Hatinya...

"Maaf ibu melakukan kesalahan tidak menghidupkan lampu motor, bisa dilihat SIM dan STNK nya?" ujar Pak Polantas sembari menghidupkan tombol lampu setelah aku menepikan motor.

"Siang hari lampu mesti dihidupkan juga ya pak? aku balik bertanya setelah menyerahkan SIM dan STNK. "Mari ikut saya ke pos!". Aku pun mengikuti dengan langkah gontai sambil berkata dalam hati kalau aku sedang apes.

Di dalam pos terdapat bangku panjang dan aku pun dipersilahkan untuk duduk. "Berdasarkan UU Ri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan pasal 293 ayat (2) jo pasal 107 ayat 2  bahwa pengendara sepeda motor yang tidak menyalakan lampu utama pada siang hari didenda dengan denda maksimal Rp.100.000,-" jelas Pak Polantas sambil mengamati dan membolak-balik SIM dan STNK motor ku.


"Alasannya pak?", tanyaku mengulang pertanyaan yang sudah aku tanyakan di awal. "Pastinya untuk keselamatan semua pengguna jalan. Eh, ibu ini gelarnya ST, kerja dimana?" tanyanya cepat seakan tidak mau diperpanjang membahas pertanyaanku.

"Kerja serabutan pak, apa saja yang bisa dikerjain ya dikerjain" ujar ku cepat sambil membenahi outerwear menutupi logo PU yang ada di kaos kalau kelihatan kan bisa gawat ujar ku dalam hati. Masih membolak balik SIM seakan mencari-cari sesuatu, pak polantas pun kembali bertanya "ibu mau kemana?"

Aku mengernyit dahi, kalau bilang jujur mau ke hotel tempat pelatihan fasilitator pastinya bukan jawaban yang tepat untuk saat ini. Akhirnya dengan cepat aku menjawab,"Mau ke Rumah sakit pak, karena itu tergesa-gesa lupa menghidupkan lampu motor" jawabku sambil memasang wajah memelas.

"Siapa yang sakit?" tanya nya berlanjut dan sudah aku duga sebelumnya. "Anak saya pak", ujar ku pelan masih dengan mimik memelas sambil mencuri-curi pandang ke SIM yang ada di tangan pak Polantas berharap di sana tak tertulis tentang status. Sayangnya aku sama sekali tak bisa melihatnya, "Ah terpaksa bohong lagi nih kalau pak polantas bertanya semisal di SIM tertulis status belum menikah", ujar ku lirih di dalam hati.

"Ke Rumah Sakit Siloam?" tanya nya kembali dan aku anggap itu adalah pertanyaan jebakkan. Secara Siloam adalah salah satu Rumah Sakit termahal di kota Palembang. "Bukan pak, ke  Rumah Sakit Charitas karena ditanggung BPJS" jawabku mengelak dari jebakkan, dan pak Polantas termangu sambil mengangguk-anggukan kepala.

"Baik untuk mempermudah ibu, pembayaran denda tilang  Rp. 100.000,- bisa dibayar disini", ujar pak polantas sambil menulis di lembar kwitansi yang ada. Aku pun mengeluarkan dengan pelan dompet yang aku pastikan sama sekali tak ada uang di dalamnya, secara aku paling malas meletak uang di dompet dan paling senang menyebar ke saku-saku baju atau celana.

"Bapak bisa lihat, aku sama sekali tak punya uang", kembali aku beracting sambil memasang mimik wajah memelas dan menunjukkan isi dompet yang hanya berisi beberapa lembar uang dua ribuan. Sejenak kami sama-sama terdiam.

"Kalau ibu tidak bisa membayar, terpaksa ibu harus ikut sidang tilang minggu depan. Ibu punya waktu untuk datang ke sana?" tanya pak polantas. Aku menghela nafas panjang, "Mau bagaimana lagi pak, tidak apalah ikut sidang, saya benar-benar tak punya uang dan harus segera ke rumah sakit. Soal sempat ke sidang dilihat nanti, saya kepikiran anak saya" jawabku dan tetap dengan acting memelas. Bersamaan itu rekan pak polantas masuk ke pos. "Bagaimana nih?", Pak Polantas bertanya kepada rekannya tersebut. Sang rekan melihat ke arah ku sembari berkata "terserah kamu". Kembali kami terdiam.

"Kali ini ibu saya tolong, tapi ingat jangan lupa selalu hidupkan lampu motornya. Jangan sampai nanti ketemu lagi dengan saya", ujar pak Polantas sambil menyerahkan SIM dan STNK motorku. "Jadi saya tidak perlu ikut sidang pak?" ujar ku pura-pura polos padahal di dalam hati sudah meneriakkan kemenangan. "Tidak", jawabnya yang langsung aku sambut  dengan beberapa kali ucapan terima kasih. 

Setelah menerima SIM dan STNK dan memasukkannya kembali ke dalam dompet, aku pun segera keluar dari pos dan berlalu. Di atas motor aku tak henti-hentinya cengar-cengir mengingat kejadian tersebut sambil berkata dalam hati kalau tidak percuma ilmu "Loby dan Negosiasi" aku pelajari.

Note: Terima kasih pak Polantas untuk kebaikkan hatinya, mohon maaf lahir bathin. Tenang saja, sampai sekarang lampu motor ku yang bapak hidupkan sama sekali tak pernah dimatikan lagi.

2 comments:

Tira Soekardi said...

mudah2an kapok ya mbak soalnay sering lihat banyak pelanggar yang bersikap seperti mbak agar gak ditilang bajkan ada yang pura2 pingsan

Belajar Online said...

Paling ngeselin kalo dia tuh orang bisnis, biasanya langusng minta damai pasti